| More

Menuju Jurnalisme Beretika

Pemikiran mengenai jurnalisme memang harus selalu di-update, karena (selalu) terkesan taken for granted atas sikap dan tindakan jurnalisnya. Namun, pada Abad Bahasa dewasa ini, yang menuntut jurnalisme beretika, kaum jurnalis mendapatkan tantangan untuk membuktikan kinerjanya sebagai watch-dog dengan pertanyaan sederhana:
"Apakah cara mereka mengawasi sudah benar?"

Senin, 10 Mei 2010

Kebebasan Pers dan Implementasi Etisnya

PERIHAL kebebasan pers dewasa ini memang harus sungguh-sungguh dipangkalkan pada ”alat swakontrol” pers yang bernama kode etik jurnalistik. Oleh karena itu, implementasinya pun harus bersifat etis, karena bersumber dari individu-individu insan pers. Kendati demikian, individu insan pers mesti memahami istilah ”kebebasan untuk pers” dan ”kebebasan dari pers”.
Wacana kebebasan untuk pers, sejatinya tidak pernah lepas dari perjuangan insan akademis di kampus-kampus. Sementara itu, wacana kebebasan dari pers, yakni bagaimana publik merdeka dari ”teror” pers, hingga kini masih merupakan sesuatu yang dialektis (andai tak mau disebut dilematis). Pasalnya, dewasa ini pers lebih berposisi sebagai agen konstruksi atas fakta atau peristiwa yang berkelindan dengan upaya perebutan wacana yang dilakukan pemerintah dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

Di tengah perebutan wacana itulah, kebebasan dari pers harus seimbang dengan kebebasan untuk pers. Sebab, ”hak publik untuk tahu”, yang merefleksikan kebebasan dari pers, menjadi hal yang inheren dalam profesionalisme jurnalistik. Dengan begitu, pers tidak bisa dikatakan sebagai ”lembaga independen”, karena pada tataran konstruksi atas fakta atau peristiwa akan banyak campur tangan persepsi, abstraksi, dan kategorisasi individual sang jurnalisnya. Pers juga tidak bisa bersikap arogan, karena dewasa ini publik sudah menjadi subjek yang mampu menentukan arah pemberitaan.

Petikan makalah Dr. Wahyu Wibowo yang disampaikan pada Seminar "Kebebasan Pers dan Implementasinya", diselenggarakan oleh Kagama, Jakarta, Hotel Sahid, 26 Maret 2008
.


1 komentar:

Berkaryalah... mengatakan...

Betul...jangan sampai pers menjadi corong politik golongan tertentu. Jadikan pers menjadi corong hati nurani siapa saja tanpa ada batasan. Mampukah pers menjadi demikian?????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!